Rabu, 20 Juli 2011

Wanita Beda Zaman

DARI KAMAR DAN OMELAN : ANTARA DUA SISI WANITA BEDA MASA

Tulisan spesial bagi teman-teman seperjuangan : Para calon Ummi



Wiiih judulnya jeng... Hoho so ilmiah dan dramatis banget, padahal yang pengen saya ceritakan adalah hal wajar yang mungkin juga sering situ-situ alami, terutama untuk sister-sister semua. Padahal hal ini seriiiiing banget terjadi di kehidupan saya, tapi sekarang baru saja saya sampai ke tahap pemikiran ini, tentang besarnya pesan yang tersirat dari peristiwa musiman ini.

KAMAR SAYA
Permulaan cerita, kita awali dengan sebuah tempat, ruangan tepatnya, berbentuk segi empat, dengan cat kuning hijau dan perabotan ala mahasiswa kos-kosan. (hehe). Kamar saya, sebagai seorang calon Ummi, tentu di tuntut harus dalam kondisi yang enak dipandang dan pantas ditinggali. Hem... Saya bersyukur pada Allah SWT, saya dianugrahkan dengan penyakit kulit sensitif yang alergian sama debu dan konco-konconya. Sedikit saja ada, maka siaplah gatal-gatal serta kulit merah melanda dari ujung kaki hingga ujung rambut ini. Aduh....
Namun, yang saya ingin bahas bukan soal penyakit itu, tapi soal kembali lagi, sarang saya tercinta, kamar saya tempat apel bersama mas acer ini. Kebersihannya memang tak perlu dikhawatirkan lagi (dipaksa oleh alergi), tapi yang agak diriskankan adalah tata barang-barangnya. (hehe), kadang saya iri dengan orang yang perfectsionist, buku bergeser semili aja dari tempat yang seharusnya, maka dengan cepat syaraf menggeret tubuh dengan sugesti untuk membenahinya. Coba saya ? Bergeser sampai bawah kasur pun jarang-jarang ingat. (Jangan ditiru ya..)
Tapi ma’af aja, saya bukan orang yang slengean (cuma dikit kok), saya rapi bila waktunya memungkinkan. Tapi saya bisa saja jadi kapal pecah saat waktu memenjarakan. Tugas makalah berwarna-warni, PR itu-ini, Kajian di sana-sini, tuntutan kanan-kiri, amanah organisasi menjamuri hati, proposal ngana, surat ngitu, laporan sana-situ. Ya Allah, pasti pernah ada fase tersibuk, di mana bahkan kamar yang saya tempati cuma jadi wadah tidur, gak lebih. Bahkan waktu apel sama mas acer pun bisa saja terpotong. (cuit..cuit..)
Nah ini dia pangkal dari segala konflik yang terjadi !! Antara siapa ? Tentunya, antara saya dan Ummi tercinta (Hai hai). Pada saat saya khilaf dengan banjir bandang kesibukan, Ummi adalah orang yang mengingatkan saya pada fitrah akhir yang nanti saya akan ayomi. Ya jadi apa lagi ? Saya sering mengatakannya, menjadi seorang Ummi. (Ehm.. Ehm..). Namun inilah khas Ummi-Ummi ( Afwan buat para Ummi hehe), mengingatkan dengan style heroiknya beliau yaitu omelan dengan periodisasi yang tidak bisa di perkirakan. Limitnya tak terhingga (peace..), ditanggapi salah, gak ditanggapi salah.. Tapi intinya saya akui, emang kelalaian saya yang sekarang bikin semuanya serba salah.

OMELAN
Hayo.. jawab deh.. siapa diantara mereka yang lebih akrab dengan kata omelan ? Ayah atau Ibu ? Maka sesuai survei abstrak dari cerita teman-teman. Mama menempati posisi lebih tinggi dibandingkan Bapak dalam urusan keseringan mengomel. Betul ? Tapi, saya mau mengingatkan teman-teman sekalian.. Bersyukurlah bila memang Ummi-mu sering ngomel, karena ngomel adalah salah satu cara bagi wanita untuk menunjukkan kemarahan dan kekesalannya, atau juga ketidaksetujuannya atas sesuatu masalah atau kejadian. Dan kebanyakan wanita jadi marah dan kesal karena apa yang terjadi tidak sesuai pendapatnya, dan keseharusannya. Wanita hanya akan marah saat Ia ‘care’ dengan urusan yang sedang terjadi itu. Saat Ia peduli dan merasa ada yang perlu dibenarkan. Singkatnya kamu di omeli karena Ummi peduli, seseorang peduli karena memiliki ikatan emosional atas sesuatu, alias Ummi mengomelimu karena memang sayang padamu.. Mengingatkanmu kembali ke jalan yang benar karena sayang padamu. Tidak ingin anaknya terbenam dalam kekhilafan dan terlena, terus bikin futur (malas) deh...
Sedikit nambah bahasan aja, laki-laki dan wanita atau dalam konteks sekarang Abi dan Ummi punya caranya masing-masing yang berbeda dalam mengungkapkan kemarahan, kekesalan atau kegusaran mereka. Bila wanita, seperti yang di atas tadi dijelaskan, akan mengungkapkannya dengan cuap-cuap beruntun alias ngomel dengan periode yang cukup lama untuk menjadi ruang dengar telinga. Nah, beda lagi laki-laki, mereka cendrung marah saat apa yang menjadi ketersinggungannya sudah menumpuk-numpuk, lalu sampai dipuncaknya, dan meledak (model gunung berapi gitu). Biasanya kemarahan mereka lebih cepat meledak, dengan suara naik beberapa oktaf, mata melotot dan napas juga penekanan kata-kata terasa lebih menggetarkan (hehe), namun kemarahan ini setelah meledak sekali akan sirna seketika saat telah tenang, lalu selesai. Periode kemarahan itu ada pada ledakan yang tiba-tiba dan hilang dalam waktu yang jauh lebih cepat dari marahnya ala wanita.
Terus itu juga, laki-laki dan wanita punya perbedaan tersendiri saat Ia dibebani masalah yang menyita pikiran. Lelaki cendrung diam dan menenangkan dirinya, karena itu adalah caranya untuk berfikir dan menyelesaikan masalah. Tentu beda lagi, problem solver ala wanita lebih kompleks, wanita malah jarang yang mesti diam bila ada masalah yang jadi pikiran. Tapi Ia bakal cerita-cerita, berkata-kata, juga ngomel (sederhananya jadi lebih cerewet lah) bila sedang menyelesaikan masalahnya. Hai para lelaki mengertilah pada wanita, jangan asal ngejek cerewet aja yah.
Wah.. weleh..weleh.. Saya kok jadi ngalor ngidul ke sini, tapi saya mau menunjukkan aja, agar kita sebagai seorang manusia menjadi seseorang yang lebih harap maklum atas perbedaan itu. Juga husnudzan saat Ummi mulai dengan omelannya. (Hehe)

WANITA BEDA MASA
Memang mengakui, wanita kalau udah ngomel, alurnya kemana-mana. Awalnya dari kamar, timbulnya ke cucian, masakan sampai ngungkit-ngungkit zaman. Hehe.. kita ini emang unik ya sis ! Merasa gak sih, terutama bagi yang perempuan, sering saat Ummi tiba-tiba ngomel akhirnya ngungkit masa lalu beliau. Humm.. Coba Ummi dulu.. Kalo Ummi dulu.. Zaman Ummi tuh ya.. Pas Ummi umuran kamu ya... macam-macam pokoknya alurnya.
Biasanya bakal cerita (pengalaman pribadi nih..), tentang bedanya anak dulu dan sekarang. Dulu itu Ummi seumuran kamu udah pintar ke pasar sendiri, masak, ngelayanin orang tua. Dulu itu Ummi bisa ngejahit, cuci bersih pake tangan gak pake mesin, mandiri pokonya. Hum.. kadang emang namanya manusia yang disinggung ya yang baik-baiknya, hehe. Tapi jangan menutup diri pada nasihat Sis, ingat masa lalu itu cermin yang berguna Iho.. Karena di masa lalu norma-norma masih melekat kuat di antara masyarakat, kontrol masyarakat pun sangat hebat pada masa dulu atas penyimpangan yang terjadi pada norma, utamanya norma agama.
Orang-orang tua akan bilang zaman kita ini zaman edan, dan kita akan bilang bahwa zaman mereka adalah zaman kolot. Wah bergesekan dong.. Tapi, ini waktunya berdamai.. dengan saling mengerti dan mengakui kekurangan dan kelebihan masa dulu dan masa ini.

2 SISI MASA LALU
Zaman saya belum lahir, zaman Ummi umuran saya tuh.. hihihi. Gimana pun, di tempat manapun pasti akan ada dua sisi mata uang, antara baik dan buruknya sebuah masa. Di zaman lalu, masa nenek jadi mama dan mama jadi kita, belum ada globalisasi. SMS aja gak ada apalagi internet, paling banter telegram sama surat. Di zaman teknologi belum semerajalela sekarang.
Dapat diakui, di zaman itu, wanita pikirannya lebih terjaga, pergaulan yang jauh lebih dibatasi, karena kepedulian masyarakat terhadap aturan masih tinggi. Juga orientasi fitrah yang lebih jelas, wanita didikannya di rumah, pintar masalah rumah, profesional di dapur dan terampil mengurus anak. Tapi, ada juga kan sisi lainnya, yaitu sis kekurangannya. Yaitu, dulu karena kurang terbukannya informasi dan pengkajian, wanita hanya mengenal Islam dari sisi kulitnya saja, zaman dulu ngaji Qur’an terjemahan itu tabu, muslimah hanya mengenal Islam dari kata-kata Ustadznya. Tidak bisa mengkaji secara nyata dari sumbernya. Terus pendidikan yang tidak dipentingkan, padahal tak bisa dipungkiri, sekolah membuat pemikiran lebih maju, logika yang lebih jalan dan wawasan lebih luas. Padahal bukan hanya terampil fisik dan ahlaq dalam mendidik anak, tapi juga perlu Ummi yang bercakrawala luas dan wawasan yang hebat untuk membentuk khairu ummah yang sesungguhnya. Bukankah Ummi adalah madrasah dan perpustakaan pertama seorang anak.
Lalu, zaman lalu juga gerakan pemberdayaan muslimah masih dianggap aneh. Padahal gerakan itu perlu, untuk mempersatukan muslimah dan berupaya mendidik kaumnya,dalam berbagai aspek. Untuk membentuk muslimah yang kuat, berkarakter, dan tetap pada panggilan fitrahnya. Karena wanita adalah tonggak dari kelanjutan sebuah peradaban, juga peradaban agama kita, peradaban Islam.

2 SISI MASA KINI
Sekarang, jelas beda dengan dulu. Globalisasi sudah jadi virus paling berjangkit, kamu tinggal duduk di depan layar canggih, mengetik kata-kata dan enter ! Mas google memberikan jawaban beragam opini dan versi dari apa yang kamu pertanyakan. Kitab-kitab beredar luas, Al Qur’an terjemah bukan hal aneh. Wanita bebas mempelajari agamanya, kajian-kajian tersebar di mana-mana, gerakan pemberdayaan muslimah pun berkibar-kibar tanpa gentar untuk mencerdaskan kaumnya.
Wanita pun gak lucu lagi kalo udah sekolah, pada sarjana, master, doktor bahkan profesor. Cakrawala mendidik dan dididik serta label pendidik udah gak tabu disandang sama kaum Hawa. Pengetahuan gak terbatas dan memandang gender lagi, pokoke tinggal usaha kita aja untuk mendapatkannya.
Namun, tentu ada raport merah dibanding yang birunya, disaat masa ini wanita khususnya muslimah di beri kesempatan seluas-luasnya untuk mendekati agama dan Allah SWT. Muslimah pun di beri lowongan untuk menjauhkan dirinya jauh-jauh dari nilai-nilai agama. Mengumbar aurat, bahkan aurat itu menjadi komoditi pasar dan digaung-gaungkan atas nama kesetaraan gender, tontonan tidak mendidik, terlalu sibuk dalam karir sampai amnesia terhadap fitrahnya. Lupa bahwa Ia adalah tonggak penerus umat, dan dari darahnya generasi pembangun lahir.
Namun apa daya ? Bahkan menjadi Ummi sekarang adalah sangat ‘lucu’ untuk seorang wanita, menganggap itu menghalangi kewajaran hidup dan kesuksesan dunianya. Membentuk keluarga adalah penghalang dari sebuah kebebasan yang dapat Ia terima. Hubungan dengan komitmen pun jadi humor saat hubungan enak bergelimang dosa dapat dirasakan lalu diputuskan seenak hatinya. Hai..hai.. Benar kata orang tua soal zaman edan rupanya.

KESIMPULAN HABIS JALAN-JALAN
Dari kamar, omelan, lalu dua zaman, hehe maaf soal koneksi yang otak saya pikirkan, tapi itulah saya, berjaya saat aneh dalam segala keanehan. Tapi kesimpulan sederhana, mau kemana kita para muslimah ? Dua zaman itu memasung dan memberikan kita kesempatan untuk menuju dua jalan yang berbeda. Hidup itu pilihan.. So, itulah sedikit Ibrah yang dapat kita renungkan.
Saat kita sekarang sudah diberikan zaman kesempatan untuk membuka cakrawala dalam pemikiran dan kemerdekaan penyampaian pendapat, jangan pernah lupakan dan sepelekan fitrah dasarmu. ALLAH menciptakanmu dengan segala keistimewaan sebagai calon orang yang di telapak kakinya terletak indahnya surga, amanah besar sebagai madrasah dan perpustakaan pertama anak-anakmu, pewarna primer dari kertas putih yang di masa depannya bisa jadi apa saja.Jadi, segala apa yang kamu upayakan mulai saat ini, untuk tugas terhormat itu. Sebagai Ibu dari tonggak peradaban dan kemuliaan sebuah keluarga, negara, dan juga dunia. Jadi tetap semangat para calon Ummi, kamulah calon Ibu dari generasi yang siap merubah dunia ini. ALLAHU AKBAR !!

TIKUS, SABUN, PHOBIA DAN KEADILAN


TIKUS, SABUN, PHOBIA DAN KEADILAN


Assalamu’alaikum. Haha, lagi-lagi saya muncul dengan judul yang aneh-aneh, tapi percayalah, walau terlihat tidak nyambung, hal ini benar-benar urgen untuk disampaikan (muka serius). Otak saya sampai berfikir dalam karena kejadian langka ini (Wow ! Ketahuan jarang dipakai nih). Tahu apa ? Yak tidak usah panjang-panjang dalang, langsung saja ke TKP !!



SABUN BATANGAN ITU..
Yak, kejadian ini baru-baru saja, di minggu awal bulan Mei yang panas, saya mendapati sebuah fenomena mengejutkan, saat saya mendapati persediaan sabun cair di dalam botol menipis (apa coba), cuma cukup buat sekali mandi. Saya awalnya garuk-garuk kepala karena saya belum dapat gajihan dari Ummi, sedangkan buat memakai sabun yang biasa dipakai rekan keluarga lain bisa beresiko bikin kulit saya merah dan gatal-gatal atau pengelupasan sepanjang hari. Setelah berembuk dengan sisa rupiah di dompet, dan berazzam untuk tidak membuka tabungan sakral yang memang ada, karena sekali keenakan dipakai, nanti ludes karena keenakannya keterusan. Calon Ummi mesti disiplin (ceile..), batin saya saat itu.
Lalu sorenya, saya pergi ke supermarket dekat rumah, dan mulai berjalan menuju barisan yang jual kebutuhan kamar mandi. Mata saya mendapati hal yang sudah jarang saya pakai, ya ! tumpukan sabun batangan bergam merk dengan harga fantastis, lebih murah setengah daripada kemasan isi ulang cair. Saya mulai browsing sabun di sana, lihat-lihat komposisi, apakah ada bahan daftar hitam yang memang bikin kulit sensitif saya jadi alergi. Saya menemukan sebuah merk yang memang aman biasanya untuk kulit saya, dan menuju kasir untuk membayarnya.
Setelah dipakai mandi sore, saya menaruh sabun itu di tempatnya, di kamar mandi. Tanpa saya perhatikan, bahwa tutup lobang yang biasanya buat turun air di kamar mandi hilang, dan sekarang lobangnya menganga lebar. Awalnya itu bukan masalah, tapi tanpa disangka-sangka, hal itu malah starter masalah baru, dan mengantar saya untuk menuliskan postingan yang ini.
Malamnya, saya tidur dengan damai dan sentosa seperti biasanya. Lalu, seperti jadwal yang biasa, jam tiga teng saya terbangun dengan natural dan menuju kamar mandi untuk mengambil sabun muka, saya biasa cuci muka dengan sabun pembersih sebelum berwudhu. Saat ke kamar mandi , saya mendapati sesosok mahluk (hihihi) dengan buntut dan mata yang menyeramkan dan kecepatan lari yang gesit. Penampakan mahluk itu kontan membuat saya bergidik dan refleks mengeluarkan teriakan yang sukses membangunkan Abang saya yang tidur sendiri di kamar depan. Dan dengan sekejap mahluk itu menghilang lewat lobang turun air yang terbuka lebar. Sudah dapat menebak ? Iya mahluk yang buat saya bergeli-geli ria itu adalah sebuah spesies bernama TIKUS, entah tikus apa. Pokoknya si mahluk itu berhasil membuat saya langsung ngibrit dan merajuk masuk kamar mandi dengan degup jantung yang naik, dan menyuruh Abang (sang korban insiden)  dengan mimik trauma untuk mengambilkan sabun wajah saya.
Besoknya, dengan agak ragu saya masuk kamar mandi lagi untuk rutinitas biasanya, setelah memastikan aman, saya masuk dengan senyuman dan seketika.. senyuman saya sirna dan mata saya membulat, saat melihat sabun batangan yang baru saya pakai sekali itu sudah tinggal setengah. Tidak ada komentar dan speechless, dan cukup, kesimpulannya : lobang edan itu HARUS ditutup !

TIKUS-TIKUS 

Karena tanpa disangka-sangka, saya punya urusan lagi dengan salah satu mahluk ciptaan Allah itu, dengan iseng di waktu luang, saya mulai bertanya-tanya pada mbah goggle lagi tentang koloni mereka. Dan saya mendapatkan informasi yang cukup memilukan hati (apa coba..) tentang tikus-tikus itu..
Ternyata kebiasaan tikus yang ‘makan’ apa saja (omnivora) dan pengerat yang mengerat apa saja, dari sabun sekali pakai punya saya sampai tutup tupperware pun bisa di embat olehnya. Yang membuat tikus mesti makan apa saja tanpa memikirkan rasanya kayak kita-kita, terletak pada gigi depan tikus yang selalu tumbuh memanjang tanpa batas, bahkan bisa menembus mulutnya (hii.. serem..). Untuk menghindarkan itu, tikus-tikus harus mengeratkan dan mengasah giginya agar tetap pada panjang yang ideal. Jadi mereka makan bukan hanya buat urusan perut tapi juga urusan gigi.

Bersyukur deh pada Allah SWT kita diciptakan jadi manusia, gak perlu ribet soal ngasah gigi setiap hari. (Hehehe)

PHOBIA


Menurut yang pernah saya baca, phobia adalah gejala psikologis di mana kita jadi ketakutan atas sesuatu tanpa sebuah alasan yang jelas. Phobia juga dapat terjadi pada apa saja, ada orang yang ketakutan setengah mati sama kegelapan, kucing, bahkan ada yang phobia uang (penyakit gak bisa kaya donk). Biasanya menurut penelitian, kebanyakan orang phobia terhadap binatang tertentu, dan salah satu binatang paling tidak disukai di dunia adalah tikus. Rata-ratanya mereka geli dan jijik atas kehadiran binatang tersebut (include me Hohoho).

KEADILAN

Kayaknya tikus, phobia dan sabun masih ada aja ya koneksinya, tapi kok malah nyasar ke yang namanya keadilan ? Bingung ? Nah itu, ini adalah sambungan yang saya pikirkan saat mencoba meraba hikmah dan berpikir dalam atas sisa setengah sabun tadi.
Nyadar gak teman-teman, biasanya kita sering mengeluh tentang kata itu, iya KEADILAN. Pernahkah di salah satu hidup kamu, dirundung dengan sebuah permasalahan yang menjadikanmu merasa orang yang paling menderita di dunia, Allah terasa tidak adil dan kamu menangis dalam lara yang tak berkesudahan. (Hiperbola amat..). Nah jangankan kamu, saya aja pribadi pernah merasakan hal itu, dan tentu seakan ada berkilo-kilo ton beban yang mampir dipundak kamu. Namun, lihatlah ! Bila kita melihat secara lebih dalam terhadap beragam hal disekitar kita, maka terdapat jawaban dan pelajaran yang membuat manusia mesti selalu menjadi yang bijaksana.
Pada awalnya, saya akui, saya sensi setengah mati dengan tikus itu. Mana uang tipis, sabun juga dibikin tinggal setengah, bikin hati takut setengah mati lagi. Pokoknya biasa.. kalo cewe sensi ngedumelnya lama. Tapi, saya mencoba berfikir lebih dalam dan menemukan sesuatu yang dapat saya ambil dari si tikus itu.
Bayangkanlah kawan, menurut penelitian aja tikus menjadi hewan yang paling tidak disukai di dunia, jadi makanan ular ato kucing, sering dikasih jebakan sama racun, kehadirannya dianggap jorok, bahkan jadi percobaan zat-zat baru di laboratorium. Terus itu, ditambah cobaan dengan gigi yang bisa membunuh dirinya sendiri (huhuhu), mana harus sering-sering di asah lagi. Terus, sebagai yang paling tidak disukai, mana ada manusia yang mau kasih makanan sama dia, ya gak bisa nggak, dia harus nerima apa yang ada. Ya itu ! Dari sampah, sabun bahkan tutup tupperware di comot demi survive di dunia kejam ini. Tikus pun juga gak mau kayaknya dilahirkan jadi tikus, kalau boleh minta juga maka mungkin juga Ia akan teriak LAHIRKAN SAYA SEBAGAI KUCING ANGGORA !!! (Tapi, saya tidak meminta anda untuk memelihara mereka loh.. karena bagaimanapun kencing tikus membawa hama penyakit pes yang bahaya bagi kesehatan).
Tetapi, pernahkan kita mencoba berfikir, dengan sebesar itu ‘ujian’ buat jadi tikus, ditambah mereka adalah mahluk Allah yang hanya diberkahi oleh insting semata, toh spesies mereka masih bisa bertahan di jagad raya ini. Belum ada yang mendaftarkan mereka sebagai hewan langka yang biasa nampang di halaman belakang atlas kan ? Mengapa ? Iya itu kuasa Allah SWT tentunya dalam beragam cara, entah dari kelahiran yang memang banyak ataupun kemampuan istimewa yang dimiliki para tikus.
Lalu ? Kenapa jadi ke keadilan. Ini adalah bentuk keadilan dari sang Maha Adil, bahkan tikus-tikus yang kita anggap hama tak berarti pun telah diciptakanNya dan diberikan rezeki untuk bertahan hidup terlepas dari segala ujian yang harus dirasakan. RezekiNya pun dalam beragam cara, dan mungkin nih.. salah satunya setengah sabun saya yang sudah di nyam-nyam sama si tikus.
Nah itu poinnya ! Apalagi manusia macam kita, yang diciptakan sebagai penciptaan paling sempurna diantara ciptaanNya. Dianugrahkan akal dan naluri, menjadi yang paling beradab pada hakikatnya di dalam semesta. Pasti ada rezekinya, dan tentunya dalam beragam cara. Terkadang saat kita memang merasa berat dan lelah, sakit serta bosan dengan segala masalah serta ujian. Hati kita tak bisa lepas dari pertanyaan apakah Allah memang adil pada hambaNya. Nah itu bahaya ! cepat-cepat Istighfar karena kita telah meragukan ke MAHA an dari ALLAH SWT. Saat itu kita pasti lupa, bahwa Allah memberikan rezekinya dalam BERAGAM cara, dan itu terangkai dalam goresan kejadian demi kejadian serta takdir yang dialami setiap dari kita selama kita masih hidup. Rezeki akan datang dari jalan yang tak pernah kita kira, bisa jadi masalah yang kita hadapi akan jadi pundi-pundi rezeki yang barokah dariNya. Yakinlah pada Keadilan yang Maha Adil, yaitu ALLAH SWT.

INDAH PADA WAKTUNYA
Analogi yang paling saya suka adalah tentang kupu-kupu (hehe.. mentang namanya sama). Gini ceritanya:

Ada seorang anak kecil polos yang berdo’a pada Allah bahwa Ia ingin hewan peliharaan yang cantik, lalu keesokan harinya Ia mendapati seekor ulat hijau jelek yang teronggok di selembar daun di salah satu tanaman di halaman rumahnya. Ia pun cemberut, sambil protes pada ALLAH, dia kan minta yang cantik ? Kenapa diberikan yang jelek ? Namun si anak tetap memperhatikan ulat itu dan tak membuangnya. Setelah beberapa hari berlalu, si anak terkejut mendapati ulatnya hilang tanpa jejak, dan berganti dengan sesuatu berbenang yang menggantung di daun tempat ulatnya biasa berbeda. Lalu, dengan kuasa Allah SWT, kepompong itu terbuka, dan dari dalamnya keluarlah seekor hewan dengan sayap berwarna-warni dan terbang dengan cantiknya. Hewan itu bernama kupu-kupu. Dengan tanpa sepengetahuan sang anak, sebenarnya ALLAH telah memberikannya hewan yang cantik semenjak dulu, namun hewan itu butuh proses untuk menjadi cantik. Dalam proses itu Allah memberikan BONUS bagi si anak, yaitu pelatihan untuk SABAR, jika saja Ia tidak sabar, maka Ia tidak akan mendapatkan hadiah berupa hewan cantik itu. Ia pasti sudah membuang ulat jelek calon kupu-kupu cantik itu semenjak dulu.
Jadi, teman-teman yang di rahmati Allah. Hal itu juga sama terjadi pada kita saat kadang kita menginginkan sesuatu dan dilanda masalah saat menginginkannya. Banyak ujian yang membuat kita merasa di tidak adili oleh takdirNya. Pada DIA sedang memberikan sebuah keadilan lewat ketidak adilan versi kita, bahkan kita diberi bonus-bonus berupa masalah yang memberi kita kedewasaan, kebijaksanaan serta kesabaran dalam hidup. Sungguh tiada yang lebih sempurna dibanding keputusanNya. Dan ingat, belum tentu apa yang baik menurut kita, baik juga di sisi Allah dan buruk menurut kita, buruk juga di sisi Allah. Dengan masalahmu, DIA sedang memetamorfosiskanmu menjadi seorang kupu-kupu.
Amien.



Di selesaikan di tengah malam menunggu waktu dini hari, saat berkhalwat dengan kesunyian.
Note :
Ana dedikasikan tulisan ini untuk bunga-bunga yang sedang merasa berat dirundung masalah, seakan keadilan tidak berpihak kepadamu.
Ingat adik-adikku, masalah diberikan Allah untuk membuatmu dewasa dan bijaksana.
Dan orang-orang yang belum mengerti yang menyerang kalian adalah lahan untuk mengasah lisan kalian dan mendulang pahala memberikan ilmu dan mengingatkan saudaramu.
Ingatlah tikus dan kupu-kupu, maka kalian akan percaya pada keadilan yang pada akhirnya ditunjukkan oleh Allah SWT.
Insya Allah, semua akan indah pada waktunya. Allah humma ana.

Generation's Misunderstanding

GENERATION’S MISSUNDERSTANDING


Suasana ruangan itu sunyi, sampai seseorang yang menjadi penggangas pertemuan itu mulai angkat bicara. Beliau adalah seorang guru yang lumayan senior, umurnya juga tidak muda lagi, dan tentu seharusnya pengalaman belajar dan mengajar beliau banyak. Dan, ruangan itu penuh oleh beberapa siswa dan siswi yang duduk secara terpisah, siswinya semuanya berkerudung. Dari format mereka saja sudah terlihat, bahwa ini buka pertemuan dari orang-orang biasa. Tapi dari orang-orang yang mengkaji agamanya dengan baik, dan bisa dibilang sebuah organisasi keagamaan.
Hening, mereka cuma saling pandang. Sampai guru itu berkata,
“Salah satu agenda yang ingin Ibu bahas hari ini adalah mau dibawa organisasi keagamaan kita..”, muka semuanya berubah jadi tegang. Banyak yang memilih saling berpandang dalam diam, menunduk, ataupun berwajah tegar memandang wajah Ibu Guru tadi dengan muka yang datar.
“Ibu mendapatkan pengaduan dari orang tua murid..”, wah serius nih...masing-masing membatin dalam bahasa kalbunya, jarang-jarang sampai bawa-bawa orang tua. “Bahwa setelah mengikuti kajian keIslaman, anaknya menjadi memiliki penyimpangan perilaku....”.
Bedeeeh... kajian dari mana nih sampai bikin penyimpangan segala. Apakah NII kw 70 ?!! Atau jangan-jangan habis kajian Islam si Ikhwan tiba-tiba jadi Maho...? Atau ada akhwat yang tiba-tiba suka mencuri uang akibat cuci otak..?!! Itu kan penyimpangan sosial !? Beragam pikiran berkecamuk, sukses membebani mereka, muka jadi makin tegang dan keringat jadi makin dingin.
“Bahwa anaknya setelah mengkaji Islam berani menegur orang tuanya..”, mata yang mendengar tak berkedip, bingung mau respon apa. Loh.. Bukannya malah bagus si anak negur orang tuanya kalau salah ? Malahan artinya kajian Islamnya emang ngeresep, dan sebagai tanda kasih sayangnya, anak itu menegur orang tuanya agar tak bergelimang dalam kesalahannya ?!!
Dengan semangatnya, Guru tadi melanjutkan ceramah dan propaganda. “Kalian itu jangan sok tau !! Bagaimanapun orang tua tetap orang tua kalian !! Jangan sok berilmu !! Bagaimanapun orang yang lebih tua itu lebih berilmu, lebih banyak pengalamannya !!”.
Aduh.. ini yang salah itu siapa.. anaknya apa si orang tua sih. Dan herannya gurunya yang berilmu, lebih simpati pada orang tuanya, sehingga membela si ortu dan menyalahkan si anak ‘sok tahu’ yang habis ngaji Islam itu.
Jujur, yang terbersit dari benak ana pertama saat itu adalah, APA GURUNYA MAU BERTANGGUNGJAWAB !? Misalnya saja, orang tua si anak tadi berselingkuh atau jangan-jangan PSK, kita kan gak bisa tau ? Lalu, atas nama kasih sayang si anak yang sok tau tadi katanya menegur orang tuanya, Ia padahal tak ingin orang tuanya masuk neraka, dilaknat Allah dan lainnya. APA GURUNYA MAU BERTANGGUNGJAWAB !! Dengan membelakan si orang tua tadi, dan menyuruh anaknya diam aja lu, gak usah sok tau lu, lu cuma anak kecil, ilmu lu dikit, pengalaman lu dikit. Dan misalnya akibat pernyataan si guru tadi, anak tadi sudah manut, menyerah, dan tak lagi menegur orang tuanya. APA GURUNYA MAU BERTANGGUNGJAWAB !!! Ambil semua dosa menghalangi seseorang menyebarkan kebenaran, bahkan pada orang yang paling dia cintai di dunia ini. Padahal andai saja anak itu terus bersabar dan teguh, orang tuanya bisa saja akan berubah ?? Atau orang tuanya misalnya malas shalat, malas puasa, gak pernah ngaji, dan selalu kasar. Salahkah anak itu menegur ? Durhakakah anak itu, ingin menyelamatkan orang yang paling dicintainya dari murka Allah. Bukannya didukung oleh Guru yang berilmu agama itu, malah disalahkan, gak usah sok lu, anak kecil lu, jangan sok ada ilmunya. APA GURUNYA MAU MENGGANTIKAN AYAH ATAU IBUNYA BILA NANTI DIMINTA PERSAKSIANNYA OLEH ALLAH !?
Dan hal pertama yang ana bisa lakukan pada saat mendengar CURHAT soal itu hanyalah melantunkan Istighfar.
***
Mushala itu ramai, anak-anak yang hadir matanya berbinar dalam keantusiasan. Seorang ustadz muda, dengan gaya khasnya yang seimbang, antara humor dan ilmu yang ingin disampaikan. Menyampaikan perihal menuntut ilmu dan kebijaksanaan pada siswa-siswi yang menghadiri kajian tersebut. Ustadz itu memang sudah tinggi jam terbangnya, menghadapi remaja-remaja utamanya. Dalam kajian itu beliau menjelaskan, bahwasanya menuntut ilmu tak pernah berakhir, tak akan pernah berakhir sampai kita berada di akhir hayat. Dan jangan pernah merasa cukup pintar dan sudah pintar dalam sebuah ilmu, itu bikin futur (malas) dan merasa pintar juga bikin bodoh, karena membuat tidak lagi punya motivasi dalam belajar. Dan jangan pilih-pilah dalam menerima kebijaksanaan, bahkan terimalah kebijaksanaan dari orang yang tidak bijaksana. Terimalah larangan JANGAN MABUK dari seorang PEMABUK sekalipun, jangan liat SIAPA yang menyampaikan, tapi APA yang disampaikan.
Subhanallah.. materi itu bagus sekali, isinya disampaikan dengan penyampaian yang komunikatif dan tidak bikin ngantuk. Anak-anak keluar dengan wajah berseri-seri dan tergugah dalam banyak motivasi baru. Betapa indahnya dakwah ! Ustadz itu pun merasa puas atas performanya hari ini, berdo’a pada Allah supaya banyak yang terinspirasi. Salah seorang siswa pengurus kajian umum tadi datang pada ustadznya dengan wajah berseri-seri, dan Ia membawakan sebuah aqua gelas dan menyisipkan sebuah amplop putih pada beliau. Dengan senyuman lembutnya, Ustadz itu menjawab,
“Afwan de, Kaka lagi shaum hari ini...”, dan menengok amplop licin yang keliatannya lumayan itu.”Jangan de.. simpan aja di kas buat acara kalian, Kaka takut tidak ikhlas, tadi hanyalah sebagian kecil dari pemenuhan tanggungjawab Kaka pada Allah atas ilmu yang telah Allah berikan untuk sama-sama kita bagikan..”, jawab Ustadznya. Lalu, siswa yang tadi tak bisa menahan senyum dan kekagumannya pada sang Ustadz muda yang memang luar biasa.
Ana tak sengaja mencuri dengar pembicaraan ini, dan tak bisa menahan senyum yang terkembang. Ana hanya sedang membantu adik-adik akhwat mengorganisirkan absen, hati ana pun tak bisa berkelit dari kata Subhanallah.. Masya Allah..
“Guru-gurunya mana dik..”, tanya Ustadz itu sembari celingak-celinguk. Dan siswa tadi Cuma bisa tersenyum menunduk, sembari menjawab semampu dia,
“Lagi sibuk Kak, biasa..”. Dan Ustadznya menyambung dengan kalimat Ooh.
Tanpa sengaja mata ana dan sang ustadz yang ana kira-kira, beda umurnya di atas ana lebih dari sepuluh tahun itu bersitemu. Dan Ia tersenyum sembari menunduk sekali, tanda menegur. Mungkin Ia mengenal ana dari beberapa acara yang kami satu kepanitiaan atau beliau memateri pada acara yang ana panitiai. Ana memilih berlalu, kembali menuju kelas. Dalam perjalanan menuju kelas, ana melewati ruang guru. Sibukkah guru-guru ?! Iya, sibuk dengan obrolan pagi mereka, dan ana hanya menghela napas sambil terus berlalu.Ya Allah.. Bukakanlah hatinya..
Ana hanya terbayang-bayang, si Ikhwan tadi terpaksa sedikit berbohong karena tidak nyaman dengan Ustadznya sendiri, yang sudah rela datang jauh-jauh dalam keadaan shaum, tak mau dibayar dan memberikan tausiyah yang luar biasa. Apa yang akan terbersit di hati Ustadznya saat Ia mengatakan yang sebenarnya, bahwasanya guru-guru tidak mau mengikuti kajian umum karena umur ustadznya masih kepala dua, belum kepala tiga, apalagi kepala empat. Apa yang terbersit di hati Ustadznya, saat beliau tahu bahwa Kepala Sekolah yang tadinya sudah stand-by di mushalla KELUAR, dan memilih kembali ke ruangan beliau hanya karena satu alasan, yaitu PEMATERINYA MUDA.
Ana hanya bisa menggerutu di hati ana sendiri. Apa orang-orang tua merasa pasti masuk surga dibanding mereka yang mati muda ? Apa orang-orang tua merasa karena lebih lama hidup di dunia, maka ilmu yang mereka punya jauh lebih mumpuni dibanding yang masih muda ? Sehingga tak pantas mendengar Ilmu yang disampaikan oleh yang lebih muda ? Apakah Allah melihat dari tingkat umurnya ? Bukankah penilaian atas baik dan tidaknya hanya berdasar pada ketaqwaannya, bukan yang lain..? Apa kebanyakan yang tua sulit untuk memahami bagaimana konsep dari sebuah ketaqwaan tanpa mengenal manusia. Bahkan, bayi yang hidupnya belum sampai satu hari boleh jadi matinya lebih suci dibandingkan kematian kita semua nantinya..?
Memang pengalaman adalah guru terbaik, tapi pengalaman bukan diukur dari kapasitas kuantitas (jumlah pengalaman) tapi dari kualitas pengalaman tersebut, dan bagaimana otak serta qalbu dapat mengambil Ibroh (hikmah) dari pengalaman tersebut. Hanya pengalaman yang berkualitas seperti itulah yang mampu mendewasakan seseorang. Bahkan Rasulullah SAW yang menerima risalah Ilmu langsung dari Allah SWT saja, dulu untuk sebuah siasat perang penting mau menerima saran dan kritik dari seorang anak kecil bernama Ali ? Mengapa kita menjadi terlalu SOMBONG sehingga menutup diri kita dari sebuah amal yang tak pernah putus-putusnya, yaitu ilmu yang bermanfaat. Guru yang baik adalah guru yang tak pernah berhenti belajar, bahkan dari muridnya sendiri. Seperti Imam Maliki yang juga belajar dan menghargai Ijtihad dari Imam Syafi’i.
Setelah mengalami dan merenungi hal itu ana hanya bisa berdo’a : “Jangan adakan rasa Ujub, Sombong ada selamanya  dalam hatiku walau sebesar Zarrah pun Ya Allah..”
***
Ana teringat pernah berbincang-bincang dan diskusi banyak hal dengan seorang Ustadz yang memang kenalan baik dari salah seorang keluarga ana. Beliau orang yang punya tataran luar biasa, tak tanggung-tanggung, memiliki dua gelar bachelor (S1) dari universitas Islam bergengsi Timur Tengah, dan beliau sedang menggarap desertasi magisternya di universitas yang sama, tapi Ia ingin melakukan penelitian di negara kelahirannya, Indonesia.
Awal sebelum ana bertemu beliau, saya kira beliau adalah orang tua berjanggut yang ramah dengan sorban dan baju putih-putih . Awalnya ana ragu, apakah nyambung mencoba berdiskusi dengan beliau. Namun setelah bertemu langsung, ana bertanya-tanya, apakan mata ana sedang bermain fatamorgana ? Yang ana lihat adalah pemuda yang (ehm..) lumayan, sederhana dalam balutan baju koko coklat muda, celana hitam congklang, dan peci khas turki yang senada dengan bajunya. Orangnya nampak lebih muda dibanding abang ana sendiri, dan memang berjanggut, namun masih nampak hitam. Intinya beliau muda dan sangat-sangat bersahaja. Bahkan pecinya dilepas pada saat ana dan beberapa keluarga lain duduk di sofa, menunjukan rambutnya yang hitam. Hati ana tak bisa menahan lagi untuk berkata Subhanallah.. Masya Allah...
Keluarga ana memperkenalkan nama ana, dan mengatakan apa hubungan ana dengannya. Ia tersenyum dengan sopan dan bersahaja. Penuh rindang dan kedamaian. Ia memperkenalkan dirinya pada ana dan keluarga yang lain, menyebutkan umurnya yang memang sesuai perkiraan ana, belum kepala tiga, juga menyampaikan maksud kedatangannya yang berhubungan dengan penelitian untuk program magisternya. Ia akan tinggal sebulan kurang lebih, cuma di rumah salah seorang keluarga yang belum menikah dan tidak ada nisa’nya. Paman ana berkelakar, bahwa ana bisa belajar cara efektif mentahfidzkan Qur’an dari beliau. Beliau menanyakan apakah ana sudah mulai, dan dengan tersipu malu, karena menghadapi seorang Hafidz Qur’an yang Tajwidnya juga bikin merinding. Ana akui baru dapat dua juz, dan itu pun merasa sulit agar hafalannya tidak ke mana-mana. Ia berkata dengan bijak,
“Tak ada yang sulit dan tak mungkin dalam proses belajar..”. Tentu, ana setuju, sesuai dengan kenyataan bahwa beliau yang teramat muda mampu menyabet MUMTAZ untuk dua gelar S1 universitas ternama Timur Tengah. Pasti, beliau pun percaya atas prinsip bijaksana itu.
Kami banyak berbincang, dari fiqh, ahlaq, isu-isu hangat, sampai soal dakwah dan seluk beluknya. Jujur ana sangat nyambung dengan beliau, orangnya ramah, sopan dan lembut... sekali. Mendengarkan ana, tak pernah memotong perkataan ana, selalu meminta izin boleh ana mengatakan pendapat ana ? sebelum berkata-kata. Beda sekali dengan ana yang bagai mercon tahun baru ini. Beliau juga tidak kaku, kadang kala bercanda. Dan ana salut, Ia tetap mendengarkan apa yang ana katakan walau ana tidak punya satu pun gelar untuk dibawa bersanding dengan keilmuan beliau. Menghargai pendapat ana, dan bahkan tak segan memuji bahwa ana adalah nisa’ yang cerdas dan bercakrawala luas. Setiap ana mengungkap suatu yang baru, beliau kadang meminta boleh ukhti ajarkan yang ana tidak tahu, ana memang bodoh dan sangat kekurangan dalam ilmu.. Memang terasa agak berlebihan, namun itu adalah salah satu prinsip beliau untuk selalu memposisikan dirinya sebagai yang awam, padahal nyatanya tidak.
Sampai di suatu diskusi ana bertanya pada beliau,
“Apakah antum (beliau menolak ana panggil ustadz), dengan orang sekaliber antum, pernahkah merasakan penolakan ataupun  rasa kurang diperhatikan oleh jama’ah atau individu yang antum pernah kontak..”, Ia tersenyum dan menjawab,
“Pernah ukhti, bahkan sering.. utamanya bila di Indonesia..”, jawabnya. Ana tersentak tak menyangkan, orang seperti beliau pun pernah merasakan penolakan. Ana tak kuasa memendam penasaran,
“Mengapa ? Karena apa ?”. Ia menjawab,
“Sebenarnya karena usia ana dan kelihatan di penampilan ana..”, jawabnya, dan tersenyum lagi. Beliau benar-benar tidak pelit senyum. Ana pun langsung mengerti. Keadaan di mana banyak orang tua yang sulit menerima penceramah muda tanpa gamis dan surbannya.
“Ana lebih berhasil untuk berinteraksi dengan yang umuran seperti kita..”, lanjutnya. “Bahkan pernah ana mau diundang ceramah di sebuah MT di mesjid yang besar, melihat ana mukanya lain. Malah ada yang nanya ‘Mana Ustadznya’, dan hampir setengah jama’ah jadi pulang. Mungkin itu peringatan Allah buat saya yang sudah merasa ujub dan takabur hanya karena diundang ke sebuah mesjid besar ternama tersebut...”. Tuturnya lembut.. sekali... Sungguh, beliau tak membahas kesalahan yang realnya ada pada jama’ah, tapi mengoreksi diri beliau sendiri.
Beliau memang begitu, saat ana tanyakan, alasan berpenampilan bagai orang kebanyakan. Karena beliau sungkan dengan penampilan yang dapat membuat dirinya lebih dari orang lain. Beliau selalu mengatakan takut bahwa Ia yang tidak maksum dan suci hatinya seperti Rasulullah, Ia mungkin bisa mendapat bingkai kesombongan di hatinya. Ia juga tidak suka dipanggil ustadz dan juga tidak pernah sekalipun menuliskan gelar Haji, beliau juga kurang suka menyinggung dua gelar Lc dan mengenakannya kalau memang tidak benar-benar diperlukan. Selalu, sama urusan dan alasan. Kewara’an beliau atas semua hal, dan juga beliau tak ingin merasa pintar sehingga akan menjerumuskan beliau ke sumur kebodohan.
Banyak pelajaran yang menggetarkan yang dapat ana rasakan dari beberapa kali pertemuan dengan beliau. Tapi yang berkesan beliau pernah berkata pada ana,
“Ana salut dengan ukhti yang tidak mencari guru yang mungkin lebih tua dan pengalaman, dan mau belajar dari ana yang sedikit pengalaman ini...”, tuturnya. “Kita mungkin dekat umurnya..”. Lanjutnya, dan ana tersenyum. Memang, banyak orang yang menyangka ana terlalu dewasa karena penampilan ana yang terlalu tua untuk umur ana sebenarnya. Jelas terlihat dari hobi ana yang memakai jilbab dan kerudung warna-warna gelap. Dan, ana tersadar, ana belum pernah menyinggung soal umur ana pada beliau.
“Usia ana enam belas tahun kak...”, ucap ana dengan senyum akrab. Ana sudah menebak raut keterkejutan dari wajah beliau mengetahui umur beliau lebih tua hampir sembilan tahun dari ana, namun beliau berusaha meredam, dan balik berkata.
“Afwan Jiddan.. jadi adik masih sekolah ?”, tanyanya lagi.
“Alhamdulillah baru lulus kemaren..”, saat mendengar fakta itu, wajahnya berseri – seri, seperti menemukan hal yang tak disangka-sangkanya.
“Subhanallah..”, ucapnya dan Ia tak berkomentar lebih jauh lagi.
“Dik..”, Ia menyambung.”Mungkin problem dakwah kita akan sama nantinya, namun jangan menyerah. Kaka ingin bertemu adik lagi nanti, bila diizinkan oleh Allah, mungkin dua atau tiga tahun lagi...”. Ia menjawab. Dan ana juga igin bertemu dengan beliau lagi, tentu dalam keadaan dimana ana menjadi semakin lebih baik lagi.